Oksigen Pun Langka!
OKSIGEN PUN LANGKA!
Milu Asri Riya, Juni 2021

Pagi ini mendung. Hujan gerimis mengiringi
perjalananku berangkat kerja. Sebenarnya bisa saja aku ambil ijin untuk tidak
masuk, karena memang beberapa hari ke belakang kondisi tubuhku yang kurang fit.
Namun libur 2 hari kemarin, sabtu dan minggu rasanya sudah cukup untukku
istirahat. Badan seperti sudah mengajak beraktifitas, dibanding goleran di
kosan.
Bekalku hari ini berbeda. Selain nasi dan
lauk, sepaket obat flu dan batuk juga ikutan nyelip di tas bekalku. Hari jum’at
kemarin yang seharusnya jadi jadwal vaksin keduaku, ternyata berubah menjadi
jadwal swab antigen keduaku. Gejala flu dan batuk yang gak sengaja dan gak
ingin terlihat kompak juga, aku dan 3 teman sesama laboran pun juga
mengalaminya. Jadilah, kami berempat swab antigen ke RS yang memang masih satu
yayasan dengan kampus. Setelah menunggu hasil kurang lebih 20 menit,
alhamdulillah kami berempat negatif semua. Namun karena kami memiliki gejala
flu dan batuk, akhirnya kami disarankan untuk cek DL (Darah Lengkap) dan
Rontgen Thorax. Untung saja semua biaya ditanggung Instansi hehe.
Setelah menunggu kurang lebih 2 jam, hasil
cek DL keluar. Dari kami berempat hasilnya berbeda-beda, namun alhamdulillah
masih dalam kondisi baik. Untuk melihat hasil rontgen, kami menunggu cukup
lama. Dokternya full pasien. Ya memang, dokter lebih mengutamakan pasien gawat
darurat dan juga pasien covid-19, yang pada hari itu ruang IGD terasa sesak dipenuhi
oleh pasien entah itu pasien covid ataupun bukan. Melihat hiruk pikuk para
nakes dan juga keluarga pasien yang kesana kemari, akhirnya kami berempat
memutuskan untuk menunggu di luar IGD saja.
Ternyata keputusan untuk menunggu di luar
bukan keputusan lebih baik. Di luar kami justru melihat langsung ambulans dan
mobil keluarga pasien yang menurunkan pasien tepat di depan kami duduk waktu
itu. Mulai dari bapak-bapak lansia yang kondisinya sudah lemas, remaja
laki-laki yang tidak sadarkan diri, dan yang membuat miris adalah pasien anak
balita yang tangannya tertancap jarum infus dan hidungnya yang juga dipasang
selang ventilator. Melihatnya satu persatu membuat kami tak henti-hentinya
mengucap istighfar. Badai covid-19 belum usai. Covid itu NYATA! Covid itu ADA! Tak
beberapa lama, nama kami dipanggil untuk menebus resep dan melihat hasil
rontgen thorax kami. Setelah itu, kami berempat langsung pulang, istirahat, dan
minum obat. Karena tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 20.00 malam.
Pagi ini sembari menemani aku sarapan dan
juga menunggu semangat kerjaku datang, iseng-iseng aku membuka chanell youtube
Mata Najwa. Topiknya kali ini Mbak Nana bersama dengan dr. Tompi membahas
tentang angka kenaikan kasus covid-19 yang cukup tinggi. Acara dibuka dengan
wawancara dokter-dokter yang mewakili propinsi Jabar, Jateng, dan Jatim yang
kasus covidnya cukup tinggi. Selanjutnya mereka juga membahas bahwa, Indonesia
adalah negara dengan kasus covid-19 pada anak-anak tertinggi di dunia. Miris. Sepintas
ingatanku tertuju pada pasien anak balita yang dibawa mobil ambulans di depan
ruang IGD jum’at malam kemarin. Membuatku percaya bahwa data itu memang benar.
Saat ini bukan lagi APD dan obat-obatan yang langka, namun ventilator oksigen
pun langka. Bed-bed pasien juga terbatas.
Selain membahas tentang langkanya fasilitas
kesehatan, Mbak Nan dan dr. Tompi juga menyinggung kelakuan seorang Bupati
salah satu Kota yang mengijinkan dengan semangat bahwa masyarakatnya boleh
melakukan kegiatan sosial dan kebudayaan namun dengan pengawasan prokes yang
ketat. Akan tetapi, si Bupati tersebut menyampaikan pengumumannya dengan masker
yang melorot ke bawah dagu. Hmmm miris. Tak hanya itu, beliau juga menyampaikan
bahwa semua penyakit dicovidkan. Pusing dibilang covid, darah tinggi dibilang
covid, mual, diare, dibilang covid. Seakan-akan argumen yang dilontarkan Bapak
Bupati ini mendorong masyarakat untuk semakin tidak mempercayai bahwa covid itu
ada.
Sebenarnya jika kita menengok keluar,
mendengar pendapat orang-orang pekerja di luar sana, entah pedagang kaki lima
ataupun keliling, jika ditanya tentang covid dan anjuran mematuhi prokes, saya
rasa sebagian mereka tidak percaya covid itu ada. Enggan memakai masker, dengan
alasan sumpek, gerah, dan susah bernafas.
Covid-19 ini memang bukan hanya masalah
pemerintah saja, bukan hanya masalah para tenaga kesehatan, bukan hanya masalah
siswa dan mahasiswa, bukan hanya masalah pedagang-pedagang pasar saja, tapi
covid-19 ini adalah masalah kita bersama. Mari kita patuhi prokes. Mencuci
tangan, memakai handsanitizer, memakai masker, mengurangi mobilitas dan
kerumunan, serta menjaga jarak.
Sehat itu mahal. Sakit itu tidak enak.
Ketika sakit, makanan favorit kita yang biasanya rasanya begitu lezat, semua
rasanya menjadi hambar. Ketika sakit, yang bisa dilakukan hanyalah tidur di
kasur saja, itu sangat membosankan. Ketika sakit, harus minum obat yang pahit
dan baunya tidak enak sama sekali. Dan ketika sakit, oksigen yang seharusnya
melimpah ruah di alam semesta ini bisa kita hirup dengan bebas, menjadi sebuah
barang langka yang bahkan untuk mendapatkannya harus antri dan harus membayar
dengan biaya yang tidak murah.
JAGA KESEHATAN DAN PATUHI PROTOKOL
KESEHATAN !!!
Komentar
Posting Komentar