Bantu Indonesia Dengan Rebahan


Bantu Indonesia Dengan Rebahan
(Milu Asri Riya, Maret 2020)

Saat ini dunia sedang dibikin heboh dengan wabah Corona Virus. Virus ini teridentifikasi pertama kali di kota Wuhan, China. Dari suatu artikel yang aku baca, korban pertama yang terinfeksi virus ini merupakan salah satu pelanggan reguler di Huanan Seafood Market yang mana diduga adalah sumber outbreak virus ini. Di pasar ini manusia, hewan segar, bahkan hewan liar bercampur aduk tinggal disana, sehingga membuat virus ini gampang untuk nyebar. Corona Virus ini merupakan salah satu Zoonotic Viral Diseases, yang artinya virus ini berasal dari binatang yaitu kelelawar, lalu berlanjut ke binatang lain sebagai carier, setelah itu menginfeksi manusia.
Sebagian negara yang bertetangga dengan China, sejak munculnya wabah ini sudah berbondong-bondong melakukan pencegahan dan antisipasi agar virus ini tidak masuk ke negaranya. Namun meski usaha pencegahan dan lockdown sudah dilakukan, virus ini masih bisa masuk ke negara lain. Mengingat penularan virus ini bisa terjadi dengan kontak fisik manusia dengan manusia. Dan yang membuat saya gemes dengan Indonesia adalah disaat virus ini sudah masuk ke beberapa negara di Asia Tenggara, termasuk Malaysia dan Singapura, Indonesia masih “duduk manis” belum melakukan lockdown sama sekali. Dan bukan Indonesia namanya kalau gak santai, rakyatnya pun menganggap sepele wabah ini. Mereka gak menjaga diri eh malah bikin meme yang isinya “Indonesia sudah terbiasa kebanjiran. Makan, minum, dan mandi pun di tengah genangan banjir. Bukan rakyat yang takut corona, justru corona yang takut sama rakyat +62 ini”. Hmm pantas saja negaraku tercinta ini dijuluki negara tersantai di dunia. 
Akhirnya awal Maret kemarin diinformasikan bahwa ada 2 orang WNI asal Depok telah terjangkit virus corona. Sehingga melihat kondisi ini Indonesia sudah bukan saatnya lagi santai-santai “duduk manis” saja. Begitu berita itu menyebar, bukan hanya pemerintah yang mulai gelagapan, rakyat pun mulai panik. Masker diborong. Handsanitizer pun tak ketinggalan. Akibatnya harga masker dan handsanitizer di pasaran naik dan mulai susah dicari.
Dan sejak pertengahan Maret pemerintah mulai mengeluarkan peraturan untuk social distancing dalam beberapa waktu yang ditentukan. Pemerintah menghimbau masyarakat untuk mengurangi kegiatan di luar rumah termasuk meliburkan sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Presiden Jokowi pun mengeluarkan peraturan untuk bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan ibadah di rumah. Anak-anak sekolah dan mahasiswa diberlakukan sistem daring (belajar online) dari rumah. Pekerja kantoran pun juga dihimbau untuk Work From Home. Program social distancing dan dengan kita #dirumahaja ini dilakukan agar meminimalisir penularan virus. Dengan begitu kita juga bisa membantu kerja tenaga medis dalam memulihkan pasien-pasien yang sudah terjangkit virus ini.
Berbicara soal tenaga medis, dalam situasi seperti ini mereka menjadi garda terdepan negara dalam menangani covid-19 ini. Merekalah para dokter, tenaga perawat, dan staf Rumah Sakit yang rela menutup kesempatan berkumpul dengan keluarga di rumah demi berjibaku dengan penderita covid-19. Apakah mereka tidak takut tertular? Siapa bilang. Mereka justru menyimpan kekhawatiran besar karena menjadi pihak yang paling rentan tertular. Namun rasa takut itu harus dihindari. Mereka harus pintar menyembunyikan wajah dibalik masker seraya membangun senyuman saat melayani pasien. Dan yang bikin kepala ini cenut-cenut adalah disaat para tenaga medis ini membutuhkan masker dan APD lainnya, ketersediaannya justru menipis dikarenakan sudah diborong oleh manusia-manusia yang overpanic tanpa memikirkan orang lain yang lebih membutuhkan. Sempet juga baca berita, kalau ada handsanitizer di Rumah Sakit yang dicuri oleh pihak tak bertanggung jawab. Oh Tuhan!.
Disamping itu, ada saja sebagian mereka yang masih wira-wiri di luar rumah dan tempat umum meski sebenernya mereka tidak ada pekerjaan yang darurat seakan-akan mereka kebal virus dan punya seribu nyawa. Rakyat “bandel” ini menganggap “kematian di tangan Tuhan, jika sudah saatnya mati pasti mati”. Yaa gak gitu juga kali, Bwambwang!. Ajal memang di tangan Tuhan, tapi agama juga menganjurkan kita untuk menjaga kesehatan. Gak habis pikir sama jalan pikiran orang-orang ini. Orang macam gini tuh egois. Disaat mereka punya pilihan untuk diam di rumah tanpa dituntut pekerjaan yang mendesak, mereka memilih untuk melenggang aja kesana-kemari. Kalau kita menganggap remeh, denial, atau bahkan nantangin virus ini, pandemi ini nggak akan selesai. This is not about you anymore. This is about other people’s lives.
Ayolah. Corona virus ini bukan virus biasa dan memang harus dihadapi dengan serius. Kita dihimbau untuk #dirumahaja dulu apa susahnya. Gak lama. Sampai situasi saat ini kondusif. Mari kita sama-sama rentangkan tangan untuk melawan wabah ini. Menjadi warga Indonesia yang ber-Perikemanusiaan. Aku yakin kalian semua orang baik. Jika kamu ingin membantu Indonesia, tapi passionmu adalah rebahan. Ini kesempatanmu!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merasa Asing di Rumah Sendiri

Pengemulsi, Pengental, dan Pemantap

Halo! Ada yang Mampir Lagi Nih!