Berawal Dari Sekotak Roti Bakar
Berawal Dari Sekotak Roti Bakar
Aku
bingung mau nulis apa sebenernya. Tulisan kali ini aku mau on the spot saja. Karena kali ini tidak seperti tulisan-tulisan
sebelumnya yang sebelum nulis aku nyusun dulu point-point apa aja yang harus
aku tulis. Jadi abaikan saja misal alur tulisan ini sedikit kurang nyambung.
Okesip.
Ada apa
dengan sekotak roti bakar?
Ada perkenalan,
cerita, cinta, patah hati, kenangan dan pelajaran setelah aku mencicipi roti
bakar spesial buatan dia. Rasanya seperti roti bakar pada umumya. Sedikit asin.
Di dalamnya terlihat dia banyak ngasih parutan keju. Memang kata dia itu roti
bakar keju. Aku sebenernya gak terlalu suka keju, tapi gak tau kenapa aku
habisin semua roti bakar pemberiannya. Lumayan banyak sih, kotaknya size
medium.
Perkenalan. Yaa, kata dia roti bakarnya adalah bentuk
salam perkenalan dari dia. Akupun menerima dengan senang hati. Dia orangnya
baik, humble, kritis, tapi kadang sering suka ngeluh. Eh sama kayak aku. Dan
dari perkenalan ini akhirnya membawa kami saling berbagi cerita, isi pikiran,
dan kadang diselingi candaan juga.
Cerita. Kami bercerita banyak hal. Dari hal yang sepele dan gak
penting sampai hal yang rumit. Via telvon pun jadi penunjang kami bercerita ini
itu. Sampai lupa waktu. Dari yang mata masih melek lebar, sampai kriyip-kriyip
mau ketemu bantal. Hampir tiap hari kami melakukan rutinitas yang sama. Dia
anaknya asik buat diajak ngobrol, meski kadang ngeselin. Dan hal yang buat aku
senyum-senyum sendirian sambil liat layar hp, adalah ketika kami saling kirim
foto jelek kami. Yaa. Gak penting memang. Tapi justru itu yang membuat
intensitas chatting kami berlanjut.
Membahas hal-hal kurang penting.
Cinta. (agak melow sih
nulis part yang ini). Seperti pepatah Jawa, “Witing Tresno Jalaran Soko Kulino”. Dari yang kami terbiasa
telvonan tiap malam bahas ini itu, ngetawain ini itu, akhirnya rasa itu muncul.
Rasa senang melihat dia tiba-tiba pagi-pagi udah muncul di ruanganku, padahal
dia rumahnya lumayan jauh. Rasa senang ketika dia merespon segala ceritaku, rasa
senang ketika melihat dia makan nasi pecel di depanku dengan lahapnya, rasa
senang ketika dia melontarkan gombalan-gombalan bucin, dan rasa senang-senang
lainnya. Dan akupun menyimpulkan bahwa hatiku telah jatuh kepadanya. Tanpa
berfikir, apakah dia juga merasakan hal yang sama?
Patah hati. Selayaknya jatuh. Harus siap menerima
resiko rasa sakit. Dia yang membangun istana harapan di hati ini, dia juga yang
meruntuhkannya. Mungkin aku yang terlalu lugu dan bodoh. Mungkin aku yang
terlalu menaruh ekspektasi berlebihan kepadanya. Dia sudah memiliki hati yang
lain. Ya. 5 tahun mereka sudah menjalin kasih. Sedangkan diri ini yang baru
dikenalnya 5 bulan, mau macam-macam?. Tidak. Aku tidak ingin menjadi orang
egois. Hatiku hancur. Air mata tak bisa kubendung lagi. Rasanya sakit. Mungkin
rasanya gak sesakit itu jika aku tidak jatuh cinta kepadanya.
Kenangan dan Pelajaran. Jatuh cinta memang fitrah dari sang Maha
Pemilik Hati. Kita tidak bisa memilih dengan siapa kita jatuh cinta. Dan yang
aku percaya sampai sekarang adalah semua yang terjadi dalam hidupku ini memang
sudah rencana Allah ku. Allah mempertemukan dua insan dan timbul rasa cinta, tapi
akhirnya tidak disatukan, pasti ada maksud dan pelajaran di dalamnya. Pelajaran
untuk mengerti apa itu ikhlas. Bukankah Allah mematahkan hatimu untuk
menyelamatkanmu dari cinta yang salah?
Terimakasih
kamu, yang di cerita ini aku sebut “dia”. Terimakasih sudah memberi kebahagiaan
sementara dan rasa sakit untuk berapa waktu aku juga belum tau kapan rasa sakit
ini bisa sembuh. Sampai detik ini pun aku belum berani jujur tentang perasaanku
ke kamu. Dan aku pun juga belum tau, apakah dulu kamu juga sempat menaruh
perasaan kepadaku? Ataukah hanya aku yang jatuh cinta sendirian?
Sekali lagi, terimakasih untuk Roti
Bakarnya.
Semoga kamu selalu bahagia dimanapun kamu
berada.
Komentar
Posting Komentar