Analisis Proksimat Pengujian Kadar Protein
MAKALAH
PENGUJIAN
KADAR PROTEIN
Disusun Oleh Kelompok 4 :
1.
Milu
Asri Riya ( 30214019 )
2.
Nuryana
Y. Tantika ( 30214006 )
3.
Zahrotin
Nissa (30214004)
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri
Jalan
KH. Wachid Hasyim 65 Kediri-64144
KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas Mata Kuliah Analisa Makanan dan Minuman (Amami) dengan harapan
dapat menambah wawasan bagi penulis khususnya dan para pembaca makalah ini pada
umumnya.
Penulis ingin mengucapkan banyak
terima kasih kepada dosen pembimbing Mata Kuliah Analisa Makanan dan Minuman
(Amami) atas bantuan dan dukungannya dalam mengerjakan makalah ini. Terima
kasih juga kepada rekan-rekan lainnya yang tak mungkin penulis ucapkan satu per
satu karena telah menghibur dan membangkitkan semangat penulis dalam
menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini
memuat tentang pengujian kadar protein. Penulis menyadari bahwa makalah ini
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengharapkan kontribusi
pemikiran dari pembaca sehingga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Kediri,
Mei 2016
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
.................................................................................................
DAFTAR
ISI ...............................................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN
..........................................................................................
1.1 Latar
Belakang
.......................................................................................................
1.2 Rumusan
Masalah
..................................................................................................
1.3 Tujuan
.....................................................................................................................
1.4 Manfaat
..................................................................................................................
BAB
II PEMBAHASAN
............................................................................................
2.1
Pengertian Protein
2.1
Fungsi Protein
2.3
Pengujian kadar Protein
BAB
III PENUTUP
....................................................................................................
3.1
Kesimpulan
............................................................................................................
3.2
Saran
.......................................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
.................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Analisa proksimat adalah suatu metode analisa kimia untuk
mengidenifikasi kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak, dan
serat pada suatu zatmakanan dari bahan pangan. Analisis proksimat memiliki
manfaat sebagai penilaian kualitas bahan pangan terutama pada standar zat
makanan yang seharusnya terkandung di dalamnya, mengevaluasi hasil formula
ransum yang telah dibuat. Zat sumber energi dapat digolongkan misalnya dari
sumber karbohidrat yang mempunyai kandungan kimia karbon, hydrogen dan oksigen.
Sedangkan protein terdiri dari asam amino dan berisi ± 16 % nitrogen.
Analisis proksimat merupakan metode yang tidak menguraikan nutrien
secara rinci. Analisis makronutrien analasis proksimat meliputi kadar abu, air
total, lemak total, protein total, dan karbohidrat total.
Protein adalah senyawa organik komplek berbobot molekul besar yang
terdiri dari asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida.
Molekul protein mengandung karbon, hyidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala
sulfur serta fosfor.
Protein berperan penting dalam pembentukan struktur, fungsi,
regulasi sel-sel makhluk hidup dan virus. Protein juga bekerja sebagai
neurotransmiter dan pembawa oksigen dalam darah (hemoglobin) dan protein
berguna sebagain sumber energi tubuh.
Kelebihan analisis proksimat adalah dapat mengetahui kandungan zat
pakan walaupun secara garis besar dan hasilnya dapat digunakan untuk menyusun
formula ransum sesuai dengan zat gizi yang dibutuhkan sedangkan kekurangannya
adalah hasil analisis lemak dan serat kasar kurang tepat karena dalam analisis
lemak, vitamin larut lemak dan zat-zat pewarnannya ikut terhitung sebagai
lemak, sedangkan dalam analisis serat kasar, mineral volatil tidak menguap
sehingga ikut terhitung sebagai serat kasar.
1.2.Rumusan masalah
1.
Apa pengertian
dan funsi protein ?
2.
Bagaimana cara
menganalisis kualitatif kadar protein ?
3.
Bagaimana cara
menganalisis kuantitatif kadar protein ?
1.3.Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian dan fungsi protein
2.
Untuk
mengetahui cara menganalisis kualitatif kadar protein
3.
Untuk
mengetahui cara menganalisis kuantitatif kadar protein
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Protein
Protein
merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh., karena zat ini di
samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat
pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung
unsur-unsur C,H,O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Molekul
protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung
unsur logam seperti besi dan tembaga. Sebagai zat pembangun protein merupakan
bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Fungsi
utama protein bagi tubuh ialah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan
jaringan yang telah ada.
Protein
mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah, yaitu dengan
menimbulkan tekanan osmotic koloid yang dapat menarik cairan dari jaringan ke
dalam pembuluh darah. Sifat atmosfer protein yang dapat bereaksi dengan asam
dan basa, dapat mengatur keseimbangan asam-basa dalam tubuh.
Protein dalam tubuh manusia, terutama dalam sel
jaringan, bertindak sebagai bahan membrane sel, dapat membentuk jaringan
pengikat misalnya kolagen dan elastin, serta membentuk protwin yang inert
seperti rambut dan kuku. Di samping itu protein yang bekerja sebagai enzim,
bertindak sebagai plasma (albumin), membentuk antibody, membentuk komplek
dengan molekul lain, serta dapat bertindak sebagai bagian sel yang bergerak.
Kekurangan protein dalam waktu lama dapat menggaggu berbagai proses dalam tubuh
dan menurunnkan daya tahan tubuh terhadap penyakit.
2.2 Fungsi Protein
Fungsi protein adalah:
a) Sebagai bahan bakar atau energi karena mengandung karbon, maka dapat
digunakan oleh tubuh sebagai bahan bakar. Protein akan dibakar manakala
keperluan tubuh akan energi tidak diterpenuhi oleh lemak dan karbohidrat;
b) Sebagai zat pengatur yaitu mengatur berbagai proses tubuh baik secara
langsung maupun tidak langsung. Sebagai bahan pembentuk zat-zat yang mengatur
berbagai proses tubuh;
c) Sebagai zat pembangun yaitu untuk membantu membangun sel-sel yang rusak
maupun yang tidak rusak. Kebutuhan protein meningkat sesuai dengan pertambahan
umur.
2.3 Pengujian Kadar Protein
Analisa protein dapat dilakukan dengan
dua metode, yaitu : Secara kualitatif terdiri atas reaksi Xantoprotein, reaksi
Hopskins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Secara
kuantitatif terdiri atas metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry,
metode spetrofotometri visible (Biuret), dan metode spektrofotometri UV.
1.
Analisa
Kualitatif
a. Reaksi
Xantoprotein
Larutan asam
nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah
dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila
dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat
pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin,
fenilalanin dan triptofan.
b. Reaksi Hopskins-Cole
Larutan
protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi
Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam
oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampur dengan pereaksi
Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan
di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada
batas antara kedua lapisan tersebut.
c. Reaksi
Millon
Pereaksi
Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila
pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih
yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini
positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil
yang berwarna.
d. Reaksi
Nitroprusida
Natriumnitroprusida
dalam larutan amonia akan menghasilkan warna merah dengan protein yang
mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein yang mengandung sistein dapat
memberikan hasil positif.
e. Reaksi
Sakaguchi
Pereaksi
yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada dasarnya reaksi ini
memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin. Jadi arginin atau protein
yang mengandung arginin dapat menghasilkan warna merah.
f. Metode
Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian
ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya
senyawasenyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida
yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya
warna merah violet.
2.
Analisa
Kuantitatif
Analisa kuantitatif ini digolongkan menjadi 2, yaitu : metode konvensional
yaitu metode Kjeldahl (destruksi, destilasi, dan titrasi) dan titrasi formol.
Digunakan untuk protein tidak terlarut. Metode modern yaitu metode Lowry,
spektrofotometri visible (biuret), dan spektrofotometri UV. Digunakan untuk
protein terlarut.
1.
Metode
Kjeldahl
Metode Kjeldahl dikembangkan pada taun 1883 oleh
pembuat bir bernama Johann Kjeldahl. Makanan didigesti dengan
asam kuat sehingga melepaskan nitrogen yang
dapat ditentukan kadarnya dengan teknik titrasi yang sesuai. Jumlah
protein yang ada kemudian dihitung dari kadar nitrogen dalam sampel.
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk
penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung
nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan
katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah
pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif
ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
Prinsip dasar yang sama
masih digunakan hingga sekarang, walaupun
dengan modifikasi untuk mempercepat proses dan
mencapai pengukuran yang lebih akurat.
Metode ini masih merupakan metode standart
untuk penentuan kadar protein. Karena
metode Kjeldahl tidak menghitung kadar protein secara langsung,
diperlukan faktor konversi (F) untuk menghitung kadar protein total dan kadar
nitrogen. Faktor konversi 6,25 (setara
dengan 0,16 g nitrogen per gram
protein) digunakan untuk banyak jenis makanan, namun angka ini
hanya nilai rata-rata, tiap protein mempunyai faktor.
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya
dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan
tahap titrasi.
a) Tahap destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam
sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon,
hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan
berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering
ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning
menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator
tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan
lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga
diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat
tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari
valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.
b) Tahap destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah
menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan.
Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan
cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam
zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam
khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak
antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi
tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan
berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.
c) Tahap titrasi
Apabila
penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi
dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai
dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama
30 detik bila menggunakan indikator PP.
%N = × N. NaOH × 14,008 × 100%
Apabila penampung destilasi
digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia
dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator
(BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru
menjadi merah muda.
%N = × N.HCl × 14,008 × 100 %
Setelah diperoleh %N,
selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya
faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang
menyusun protein dalam suatu bahan.
·
Langkah kerja :
1.
Timbang 1 gram
bahan yang telah dihaluskan, masukkan ke dalam labu Kjeldahl ( jika kandungan
protein tinggi, misal kedelai, gunakan bahan kurang dari 1 g ).
2.
Kemudian ditambahkan
7,5 g kalium sulfat dan 0,35 g raksa (II) oksida dan 15 ml asam sulfat pekat.
3.
Panaskan semua
bahan dalam labu Kjeldahl dalam lemari asam sampai berhenti berasap dan
teruskan pemanasan sampai mendidih dan cairan sudah menjadi jernih. Tambahkan pemanasan
kurang lebih 30 menit, matikan pemanasan dan biarkan sampai dingin.
4.
Tambahkan 100
ml aquadest ke dalam labu Kjeldahl yang didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn, tambahkan 15
ml larutan kalium sulfat 4% (dalam air) dan terakhir tambahkan perlahan-lahan
larutan NaOH 50% yang telah didinginkan dalam lemari es.
5.
Pasanglah labu
Kjeldahl dengan segera pada alat destilasi. Panaskan labu Kjeldahl
perlahan-lahan sampai dua lapis cairan tercampur, kemudian panaaskan dengan
cepat sampai mendidih.
6.
Destilat
ditampung dalam erlenmeyer yang telah diisi larutan baku HCl 0,1 N sebanyak 50
ml dan ditambah indikator MR 0,1% b/v (dalam etanol 95%) sebanyak 5 tetes,
ujung pipa kaca destilator dipastikan masuk ke dalam larutan HCl 0,1 N.
7.
Proses
destilasi selesai apabila destilat yang ditampung ± 75 ml. Sisa larutan HCl 0,1
N yang tidak bereaksi dengan destilat dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,1 N.
Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari merah menjadi
kuning. Lakukan titrasi blanko.
Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut
:
Keterangan :
Kadar protein
(%) = %N x faktor konversi
Fk :
faktor konversi
%N :
16
a. Keuntungan :
·
Metode
Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh
dunia dan masih merupakan metode standar dibanding metode
lain.
·
Sifatnya
yang universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik membuat metode ini
banyak digunakan untuk penetapan kadar protein.
b. Kerugian
·
Metode ini
tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya, karena tidak semua nitrogen
dalam makanan bersumber dari protein.
·
Protein yang
berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena susunan residu asam amino
yang berbeda.
·
Penggunaan asam
sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga beberapa katalis
·
Teknik ini
membutuhkan waktu lama.
2.
Metode Titrasi Formol
Larutan
protein dinetralkan dengan NaOH dan ditambahkan formalin akan membentuk
dimetihilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah
terikat dan tidak mempengaruhi reaksi antara asam dan basa (NaOH) sehingga
titik akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan
adalah PP, titik akhir ditandai dengan perubahan warna menjadi merah muda yang
tidak hilang dalam 30 detik.
3.
Metode Lowry
Prosedur :
Pembuatan reagen
Lowry A : merupakan larutan asam fosfotungstat-asam fosfomolibdat dengan
perbandingan (1:1)
Pembuatan
reagen Lowry B : campurkan 2% natrium karbonat dalam 100 ml NaOH 0,1 N.
Tambahkan ke dalam larutan tersebut 1 ml tembaga (II) sulfat 1% dan 1 ml kalium
natrium tartrat 2%.
Penetapan Kadar
:
a. Pembuatan kurva baku :
Siapkan larutan
bovin serum albumin dengan konsentrasi 300 µg/ml (Li). Buat seri konsentrasi
dalam tabung reaksi, misal dengan komposisi berikut :
Tambahkan ke
dalam masing-masing tabung 8 ml reagen Lowry B dan biarkan selama 10 menit.
Lalu tambahkan 1 ml reagen Lowry A. Kocok dan biarkan selama 20 menit. Baca
absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm terhadap blanko.
b. Penyiapan sampel :
Ambil sejumlah
tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu dengan
penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya,
kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan
protein yang mengendap dengan sentrifius 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan
supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya dilarutkan kembali dengan
asam asetat pH 5 misal sampai 10 ml. Ambil volume tertentu dan lakukan
penetapam selanjutnya seperti pada kurva baku mulai dari penambahan reagen
Lowry A sampai seterusnya.
4.
Metode Spektrofotometri visible (Biuret)
Prosedur :
a) Pembuatan reagen biuret
Larutkan 150 mg
Tembaga (II) Sulfat (CuSO4.5H2O) dan kalium natrium
tartrat (KnaC4H4O6.4H2O) dalam 50
ml aquadest dalam labu takar 100 ml. Tambahkan 30 ml NaOH 10% sambil
dikocok-kocok. Selanjutnya ditambah aquadest ad tanda batas.
b) Pembuatan larutan induk bovin serum albumin
(BSA)
Ditimbang 500mg
bovin serum albumin dilarutkan dengan aquadest 10,0 ml sehingga kadar larutan
induk 5 % (Li).
c) Penetapan Kadar
·
Pembuatan kurva
baku :
Dalam kuvet
dimasukkan larutan induk, reagen biuret dan aquadest misal dengan komposisi
sebagai berikut : setelah tepat 10 menit serapan dibaca pada panjang gelombang
550 nm terhadap blanko yang terdiri dari 800 πl reagen biuret dan 200 πl aquadest.
·
Persiapan
Sampel
Ambil sejumlah
tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu dengan
penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya,
kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan
protein yang mengendap dengan sentrifius 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan
supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya dilarutkan kembali dengan
asam asetat pH 5 misal sampai 10 ml. Ambil sejumlah πl larutan tersebut secara kuantitatif
kemudian tambah reagen biuret. Setelah 10 menit, baca absorbansinya pada
panjang gelombang 550 nm terhadap blanko yang berisi reagen biuret dapar asetat
pH 5.
5.
Metode Spektrofotometri UV
Asam
amino penyusun protein diantaranya triptofan, tirosin, dan fenilalanin yang
mempunyai gugus aromatik. Triptofan memiliki absorpsi maksimum pada panjang
gelombang 280 nm, sedangkan tirosin pada 278 nm. Fenilalanin menyerap sinar
kurang kuat dan pada panjang gelombang lebih pendek. Absorpsi sinar pada 280 nm
dapat digunakan sebagai estimasi konsentrasi protein dalam larutan. Supaya
hasilnya lebih teliti perlu dikoreksi kemungkinan adanya asam nukleat pada
pengukuran 260 nm. Rasio absorpsi 280/260 menentukan faktor koreksi yang ada
dalam suatu tabel.
Kadar
protein mg/ml = A280 x faktor koreksi x pengenceran
|
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Protein
merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh., karena zat ini di
samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun
dan pengatur. Analisa protein dapat dilakukan dengan dua metode,
yaitu : Secara kualitatif terdiri atas reaksi Xantoprotein, reaksi
Hopskins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Secara
kuantitatif terdiri atas metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry,
metode spetrofotometri visible (Biuret), dan metode spektrofotometri UV.
3.2 Saran
Dengan
tersusunnya makalah ini penulis menyarankan agar pembaca pada umumnya serta
mahasiswa-mahasiswi IIK Bhakti Wiyata Kediri pada khususnya, dapat mengetahui
dan memahami tentang Analisis proksimat (pengujian kadar protein). Akhirnya
penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
penulis menerima setiap kritik dan saran yang membangun dari para pembaca yang
dapat memperbaiki dan menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Winarno,
F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta
: PT Gramedia Pustaka Utama
Mulyono.
2000. Metode Analisis Proksimat.
Jakarta : Erlangga.
Susi
. 2001. Analisis dengan Bahan Kimia
. Jakarta : Erlangga.
Komentar
Posting Komentar